Jumat, 22 April 2016

Jangan Gengsi Untuk Menyapa

Kenapa harus gengsi?

Kita pasti pernah marah sama anak baik karena hal sepele maupun karena perilaku anak yang memang salah. Biasanya rasa marah ini tidak hilang dalam sekejap, rasa marahnya biasanya berlangsung lama dan melebar kemana-mana. Berbeda sekali dengan anak-anak ketika mereka berantem dengan teman sebayanya mereka cenderung akan akrab kembali dan bermain bersama lagi tidak lama setelah mereka marahan.
 marah dan minta maaf
Tapi kenapa hal ini suka berbeda dengan kita sebagai orangtua? Padahal hanya karena hal sepele kita bisa marah sampai berkali-kali dan lama bahkan sampai merembet kemana-mana. Nah, akibat dari dari rasa marah dan kesal ini serta ditambah dengan rasa “gengsi”, kita jadi enggan menyapa anak. Masing-masing pihak menunggu untuk disapa terlebih dahulu dan memulai komunikasi. Sehingga komunikasi antara orangtua dan anak jadi terhambat.

Lalu, apa yang harus kita lakukan agar komunikasi kembali cair?

Pertanyaannya adalah siapa yang harus memulainya duluan? Tentu saja jawabannya adalah Kita sebagai orangtua  yang harus duluan memulai komunikasi saat anak menunjukkan tanda-tanda perdamaian dan mengikuti keinginan kita. Jika hal ini sudah Nampak, maka jangan ditunda-tunda lagi untuk memeulai komunikasi efektif setelah anak mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan sikap menjadi lebih baik atau ingin berdamai dengan kita, mulailah pembicaraan dengannya.

Ajaklah kembali bicara seperti biasanya, jika perlu kita minta maaf duluan atas apa yang terjadi diantara kita dan anak kita. Jangan gengsi untuk meminta maaf duluan ya.  Jika hal ini kita lakukan maka anakpun akan mengikuti dengan meminta maaf juga.


Sampaikan kepada anak dengan cara baik-baik perihal kesalahan yang dilakukannya, berikan pemahaman baik dan buruknya melakukan kesalahan itu tentunya dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak.  Dan jangan lupa untuk selalu memeluk dan mencium anak disaat ada kesempatan terutama disaat kita berdamai setelah saling bermarahan. Karena sesungguhnya anak yang didik dengan penuh cinta dan kasih sayang akan mempunyai sikap toleran dan mudah memahami kondisi.

Supported by: Griyamainan.com



Kamis, 21 April 2016

Ingatlah Hal Ini Ketika Kita Memarahi Anak

Ingat Kembali Hal ini!

Anak adalah titipin Tuhan yang berharga dan sebagai pribadi yang polos dan masih belum mengerti banyak hal. Terkadang mereka melakukan sesuatu tanpa tahu makna sebenarnya bahwa perbuatan tersebut adalah hal yang merugikan bagi dirinya dan orang lain. Selain itu, anak adalah anugerah besar yang Tuhan titipkan dalam kehidupan kita. Yang sudah seharusnya dan semestinya kita menjaga, mendidik dan melindungi buah hati kita dengan penuh kasih sayang, cinta, penuh ketulusan dan keikhlasan semata-mata hanya untuk menciptakan individu yang luar biasa.
 jangan memarahi anak
Bayangkan dengan orangtua lain yang mungkin saat ini tengah mengerahkan segala upaya dan usahanya untuk bisa memiliki anak. Untuk anda yang sudah diberkahi dan dianugerahi dengan buah cinta adalah tugas anda untuk membesarkan mendidik dan mencintai mereka dengan tanpa syarat.

Memang adakalanya perilaku anak bisa sangat menyenangkan dan menggemaskan sehingga membuat kita selalu rindu padanya tetapi adakalanya juga menyebalkan dan membuat kita kesal, terlebih lagi jika kondisi kita sedang capek lelah dan banyak beban. Akan tetapi dengan rasa sabar yang tinggi dan kecintaan kita terhadap si anak akan dapat mengalahkan rasa kesal kita pada mereka. Ketika mereka membuat kesal jangan sekali-kali kita memahinya di depan umum atau memarahi mereka disaat kondisi kita sedang cape karena jika hal ini dilakukan tentunya akan melaukai dan menyakiti perasaan anak dan tidak akan menjadikan anak menjadi lebih baik atau merubah sikapnya.

                  Jangan menghukum anak ketika penuh emosi

Selain itu, terimalah kondisi anak apa adanya, jangan pernah bandingkan mereka dengan oranglain. Karena sebaik-baiknya anak orang lain tetap saja yang anda miliki adalah anak anda saat ini.

Kekesalan anda terhadap perilaku anak yang mereka lakukan di depan orang lain, terkadang membuat anda kesal dan malu. Namun tidak bijak pula melimpahkan kekesalan tersebut di muka umum sebab hal tersebut akan berdampak buruk untuk perkembangan psikologis si anak. Semoga beberapa hal di atas bisa mencegah anda memarahi buah hati di hadapan orang lain.  
menyayangi anak yatim
Menjadi orangtua yang sempurna mungkin sulit tapi setidaknya kita berusaha untuk menjadi orangtua yang baik yang bisa mendengarkan dan memahami anak apa adanya, tidak menuntut mereka dengan tuntutan yang tinggi yang tidak masuk akan bagi mereka. Jika mereka melakukan kesalahan berilah hukuman yang sesuai dengan kesalahannya dengan tujuan memberitahukan kesalahan dan tidak boleh memberikan hukuman yang sifatnya melukai fisik. Jika mereka berprestasi atau mampu melakukan pekerjaannya dengan baik maka berikanlah pujian dengan kata-kata, ciuman atau pelukan tidak mesti memeberikan hadiah yang muluk-muluk cukup dengan ucapan "selamat ya nak kamu hebat", cukup dengan ciuman, cukup dengan pelukan kasih sayang. Hal ini akan membuat anak merasa dihargai sebagai individu.

Ayo...kita sayang anak kita dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Supported by: Griyamainan.com

Hindari Sikap Egois Terhadap Anak

Merasa paling benar dan paling tahu segalanya.

Sikap egois atau egosentris adalah hal alamiah yang terjai pada anak usia 1-3 tahun. Usia tersebut merupakan mwaktu dimana anak merasa paling benar dan bisa memaksakan kehendaknya dengan berbagai cara termasuk menangis, merajuk, merengek dan lain sebagainya, yang bisa menyebabkan orangtua bisa memenuhi segala keinginannya. Tetapi entah kenapa ternyata sifat ini masih terbawa sampai orang dewasa bahkan sampai menjadi orangtua. Sebagai contoh ungkapan yang sering dilontarkan para orangtua; "ah...kamu ini anak masih bau kencur tau apa soal hidup ini", atau "papa/mama ini sudah banyak pengalaman, sudah banyak makan asam garam kehidupan ini jadi kamu ga usah sok tahu dan nasehatin papa/mama".
jauhi sifat egois
Jika kita memiliki kebiasaaan semacam ini, maka kita telah membuat jalan buntu dalam menjalin proses komunikasi dengan anak-anak. Meskipun maksud kita adalah untuk menunjukkan superioritas kita di depan anak tetapi yang ditangkap anak adalah semacam kesombongan yang luar biasa. Tentu saja siapapun tidak akan ada yang mau mendengarkan nasihat dari orang sombong, begitupun dengan anak-anak. Maka jangan heran klo kita sebagai orangtua sering bersikap superior kaya gitu maka anak akan semakin "ngeyel" terhadap kita.

Jadi, apa yang sebaiknya kita lakukan? 

Sering kali usia orangtua dijadikan patokan terhadap banyaknya pengetahuan dan pengalaman. Pada zaman dahulu hal ini mungkin saja terjadi, ketika informasi sulit diperoleh oleh anak karena terbatasnya media informasi seperti buku dan internet. Tapi untuk saat ini kondisi tersebut sudah tidak relevan lagi, mengeingat mudahnya tiap orang mengakses informasi dari media internet baik melalui gadget maupun perangkat lainnya, meskipun tidak bisa dipungkiri klo gadget ternyata menimbulkan dampak negatif untuk anak.

Saat ini siapa yang lebih cepat dan lebih banyak mendapatkan informasi, maka dialah yang lebih banyak tahu dan berpengalaman. Seperti halnya dengan kemampuan pilot yang akan dikatakan mahir dan senior jika jumlah jam terbangnya sudah banyak bukan dilihat dari usianya.

                               Baca Juga: Cara menumbuhkan sifat kreatif pada anak

Jadi janganlah pernah merasa menjadi yang paling tahu, paling hebat, paling berpengalaman. Kita perlu selalu ingat akan sifat padi yang semakin berisi maka dia akan semakin menunduk. Bukalah hati dan telinga kita untuk mendengarkan setiap masukan atau informasi yang datang dari anak kita. Karena pada prinsipnya kebenaran itu datang dari mana saja dan dari siapa saja tidak harus dari orangtua adakalanya datang dari anak juga.

Supported by: griyamainan.com

Rabu, 20 April 2016

Dampak Buruk Memarahi Anak Di Depan Umum

Apakah harus memarahi anak di depan umum?

Anak anda pernah marah karena hal sepele atau mengingikan sesuatu dan harus dituruti? Udah gitu kejadiannya di depan umum lagi…Kebayang dong kesel dan malunya kita atas tingkah laku si kecil ini.

Karena kesel dan malunya tidak sedikit orangtua yang memearahi anaknya langsung didepan umum dengan harapan agar anaknya diam, jera dan tidak merengek lagi. Tapi ternyata perilaku kita yang sering memerahi anak di depan umum tidak memberikan efek jera terhadap anak, malah tindakan ini akan membuat anak semakin “ngeyel” dan menimbulkan perasaan mendendam dalam dirinya kepada orangtua dan  itu akan tersimpan sampai dia dewasa.

dampak memarahi anak di depan umum

Berikut ini ada beberapa dampak buruk yang akan dialami oleh si kecil ketika anda memarahinya di depan umum. Yuk, kita langsung simak beberap halnya berikut ini.

  • Perasaan Minder Pada Diri Si Anak


Ketika anda mendapati si anak berulah dihadapan umum anda lantas melontarkan kata-kata kasar dan melakukan tindakan fisik pada si anak dengan menjewer atau memukulnya, tentu saja ini akan berdampak buruk untuk psikologis si anak. Meski masih berusia sangat kecil, akan tetapi sama halnya seperti orang dewasa anak-anak sudah memiliki rasa malu jika semua orang-orang yang ada disekitarnya tiba-tiba menatapnya saat mereka dimarahi oleh ibu atau ayahnya dimuka umum.

Apalagi untuk anak diusia yang sudah lebih besar, tentunya bukan hanya rasa malu yang akan mereka hadapi, namun juga kekesalan akibat amarah orangtua. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi rasa percaya diri si anak di kemudian hari, dan juga bukan tidak mungkin hal ini akan dapat mempengaruhi rasa hormat si anak kepada orangtua.

Tentunya tidak ada anak yang suka dimarahi dan dipojokan. Jangankan dihadapan umum, tanpa ada oranglain saja anak-anak tidak akan suka dimarahi oleh orangtuanya.

Lagipula, pada umumnya kebanyakan orangtua yang melakukan hal ini pada anak-anak mereka dihadapan umum, bukan dilatar belakangi dengan tujuan agar anak bisa lebih disiplin. Akan tetapi, lebih kepada perasaan malu yang dirasakan oleh orangtua atas orangtua anak lainnya. Ketika anak-anaknya melakukan kesalahan, kebanyak orangtua takut bila dicap sebagai orangtua yang tidak bisa mendidik anak-anaknya.

  • Hilangnya Rasa Hormat Pada Orangtua

Menyambung poin yang diatas, tindakan orangtua yang begitu ekstrim dengan terburu memutuskan untuk memarahi anak-anaknya dihadapan umum akan membuat si anak melahirkan kekesalan dan kebenciannya terhadap orangtua. Hal ini tentu saja, dipengaruhi karena rasa malu pada diri anak yang dikarenakan oleh sikap orangtuanya. Jika anda menganggap hal ini akan dapat mendisiplinkan semua anak, anda keliru. Ingatlah, pribadi dan karakter setiap anak berbeda-beda.

  • Ketakutan Si Anak Untuk Bersosialisasi


Ketika anda melontarkan amarah dan mungkin saja anda secara tak sadar mengungkapkan "Dasar kamu bodoh!". Apa efek yang akan dirasakan si anak dari kemarahan anda tersebut? Betul, si anak akan merasa yakin bahwa dirinya adalah orang yang benar-benar bodoh.
Perhatikan setiap perkataan anda. Memberikan label "bodoh" pada si anak tidak sama sekali mendisiplinkan mereka dan membuat kenakalannya terhenti. Justru sebaliknya, hal ini akan membuat situasi semakin buruk.

Menghakimi anak dengan berbagai predikat tentu berdampak negatif untuk perkembangan dan pergaulan anak nantinya. Bahkan saat ia beranjak dewasa nanti, bukan tidak mungkin, anggapan bodoh ini akan terus melekat dalam diri anak, yang pada akhirnya membuat mereka menjadi kehilangan rasa percaya dirinya dan takut untuk bisa bersosialisasi dengan oranglain. dan tentunya kita jangan pernah memberikan hukuman pada anak ketika kita sedang emosi.

Dari penuturan dampak negatif  di atas, ternyata memarahi anak di depan umum sangat tidak baik dan menimbulkan efek luar biasa dan berkepanjangan. Kita tidak ingin dong punya anak yang tidak memiliki rasa hormat sama orangtua, takut bersosialisasi karena minder karena takut dimarahi orangtuanya. Anak adalah anugrah yang berharga yang memiliki potensi yang luarbiasa, Ketika anak marah lebih baik kita menyikapinya dengan bijak, adakalanya anak  marah hanya karena ingin mendapatkan perhatian lebih dari kita, mari kita sama-sama introspeksi diri ketika anak kita tidak bisa dikondisikan dan dering marah, mungkin perilaku mereka ini disebabkan oleh kesalahan kita.

Be a good parent
Semoga bermanfaat

Supported by: griyamainan.com

Jangan Menghukum Anak Ketika Sedang Marah

Marah vs Marah

Perilaku anak adakalanya membuat kita bahagia dan adakalanya membuat kita marah. Kedua perilaku anak ini tentunya ada pemicunya dan pemicu tersebut kadang hanya dari masalah sepele yang menurut penilaian kita sebagai orangtua tidak begitu penting. Tindakan seperti merajuk, ngambek maupun tindakan lainnya adakalanya disebabkan oleh hal sepele dan mereka hanya mencari perhatian dari kita saja. Terlebih lagi jika hal tersebu terjadi di saat orangtua sedang dalam kondisi cape, lelah, banyak permasalahan dan lain halnya, sehingga respon dari orangtuapun akan negatif dengan memarahi anak habis-habisan baik di depan umum maupun di rumah.
 perilaku marah pada anak
Menyikapi  perilaku anak yang tidak sesuai dengan harapan kita tentunya tiap orangtua akan beragam sikapnya, ada yang langsung blak-blakan marah, ada yang memilih berdiplomasi, ada yang memilih diam dan cenderung menuruti keinginan anak supaya tidak marah dan merajuk lagi.

Hal yang perlu kita perhatikan dan selalu ingat adalah jangan pernah memarahi dan memberikan sanksi atau hukuman apapun kepada anak ketika emosi kita sedang memuncak. Pada saat emosi kita sedang memuncak, apapun yang keluar dari mulut kita baik dalam bentuk perkataan maupun hukuman akan cenderung untuk menyakiti dan meghakimi dan tidak menjadikan anak lebih baik perilakunya.

Selain kita akan menyesal di kemudian hari, akibat yang sangat fatal yang akan ditimbulkan adalah kita telah melukai anak kita dan anak seringkali tidak bias melupakan kejadian itu meski ia telah beranjak dewasa. Anak juga juga bias mendendam pada orangtuanya karena sering mendapatkan perlakuan di luar batasnya.

Jadi, apa yang seharusnya kita lakukan?

  1. Ingatlah:Bila kita dalam keadaan marah, segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara tepat untuk bias menurunkan amarah kita dengan segera. Setiap orang punya cara yang berbeda dalam menurunkan amarah seperti mencuci muka dengan air dingin, berwudhu, sholat, atau bahkan mandi dengan air sejuk atau ada juga yang memilih diam di kamar. Pilihlah cara yang paling nyaman dan sesuai dengan anda.
  2. Saat marah kita cenderung memberikan hukuman yang seberat-seberatnya pada anak kita dengan tujuan agar anak jera dan enyesal. Padahal sanksi dan hukuman yang baik adalah bukan untuk menyakiti tetapi untuk menyadarkan anak supaya ia memahami perilaku buruknya. Sanksi dan hukuman yang berat (terutama hukuman fisik seperti mencubit, memukul, menampar, dan lainnya) hanya akan menimbulkan perlawanan baru yang lebih kuat dari anak. Jika kita bertekad untuk tetap memberikan sanksi dan hukuman kepada anak, tundalah sampai emosi kita reda. Setelah itu pilih dan susunlah bentuk sanksi dan hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuatnya. Ingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan untuk menyakiti. Pilihlah bentuk sanksi dan hukuman yag mengurangi aktivitas yang disukainya seperti mengurangi waktu main game, atau bermain sepedah atau aktivitas lain yang disukai oleh anak tanpa ada unsur menyakiti. Baca juga: Parenting dan kedewasaan.

sumber: Ayah Edy, megapa anak saya suka melawan dan susah diatur
Supported by: griyamainan.com

Selasa, 19 April 2016

Meningkatkan Kreativitas Anak Dengan Bermain Peran

Meningkatkan kreativitas anak melalui permainan sangat efektif, diantara permainan yang bisa dipraktekan bersama adalah bermain peran. Bermain peran berbagai profesi yang sudah akrab di dunia anak-anak seperti dokter, tentara, insinyur, presiden, polisi dan berbagai profesi lainnya yang sudah tidak asing dan sering dijadikan cita-cita bagi tiap anak.
meningkatkan kreativitas anak
Berimajinasi menjadi karakter yang lain terbukti dapat merangsang kreativitas anak, membuat anak belajar berempati, serta mengasah keterampilan sosialnya.

Jadi, apa saja sih keuntungan yang akan didapat dari bermain peran ini?

1. Belajar perspektif yang berbeda

Bermain peran bisa mendorong perkembangan sosial karena anak berpura-pura berperan menjadi diri sendiri dan juga orang lain. Sehingga hal ini akan membantu anak untuk menjelajahi dunia dari perspektif berbeda dan juga membutuhkan pemikiran dari dua arah pada waktu bersamaan.

Ketika anak berperan sebagai seorang dokter, dia harus membayangkan apa yang akan dilakukan ketika ada pasien datang, bagaimana cara memeriksa pasien dan bagaimana cara berkomunikasinya.

2. Mengasah kemampuan berkomunikasi

Ketika anak bermain peran dengan oranglain, mereka harus memperhatikan perilaku orang lain itu dan juga tindakan apa yang harus dilakukan. Mereka juga akan memperhatikan sinyal dari lawan mainnya dan belajar bagaimana meresponnya.

Komunikasi semacam itu sebenarnya terjadi dalam interaksi di dunia nyata. Tetapi saat anak bermain fantasi, kemampuan ini lebih terasah. Anak belajar cara berkomunikasi, negosiasi, kompromi, kerja sama, dan koordinasi, agar permainan terus berlanjut.

3. Meningkatkan rasa percaya diri anak

Beberapa hasil penelitian menunjukkan, bahwa anak-anak yang kompeten biasanya lebih tertarik melakukan permainan peran. Anak yang mudah bergaul dan juga cerdas juga biasanya memiliki daya jelajah imajinasi yang luas.

Oleh karena itu, bermain peran memiliki manfaat yang sangat bagus untuk perkembangan anak. Jika tiba-tiba anak meminta kita menemani mereka dalam bermain peran maka jangan pernah kita menolaknya karena hal ini memiliki manfaat untuk anak-anak. 
Dan tentunya masih ada berbagai macam cara lain untuk meningkatkan kretaivitas anak seperti 5 cara meningkatkan kretaivitas anak ini.

Supported by: griyamainan.com

Liao, Ibu Yang Dengan Kreativitas Pada Anaknya

Ibu yang kreatif

Berbicara tentang kreativitas memang tidak terbatas, baik anak kecil maupun orang dewasa harus memilikinya. Seperti contoh seorang ibu yang memiliki daya imajinasi dan kreativitas yang luarbiasa dalam menciptakan dunia ajaib dan begitu realistis dengan menjadikan anaknya yang bernama Wengin yang sedang tertidur pulas sebagai tokoh utamanya.

Nama ibu tersebut adalah Wueenie Liao atau Sioin Queenie Liao seperti yang dilansir dalam blog milik pribadinya wengininwonderland.

Berikut ini beberapa hasil kreativitas Liao yang mendandani anaknya ketika tertidur lelap.


Ini adalah foto Wengin yang seolah-olah sedang berkelana dipadang pasir hasil karya luar biasa dari ibunya.

meningkatkan kreativitas anak

Dan ini setting Wengin sedang naik kuda imajinasi di atas awan
meningkatkan kreativitas anak
Tertidur pulas dengan anak nada
meningkatkan kreativitas anak
Makna malam penuh cinta dengan si beruang lucu
mainan edukatif anak
Ayo memetik buah apel berbentuk hati
mainan edukatif anak

Itulah beberapa foto hasil kreativitas sang ibu yang luarbiasa, daya imajinasinya sangat keren. Hasil kreativitas Liao ada ratusan jumlahnya dan sangat luarbiasa semua. Dalam menciptakan hasil karya seninya ini, Liao sebelumnya terinspirasi oleh Adelle Enersen yang pernah melakukan hal yang semupa terhadap anaknya, Liao mulai menciptakan karya seni yang keren ini dimulai ketika anaknya usia tiga bulan.

Ini adalah contoh kreativitas yang mungkin bisa menghasilkan uang tambahan jika dikomersilkan. Tentunya tujuan dari meningkatkan kreativitas bukan mendapatkan uang semata tapi untuk menumbuhkan minat dan bakat. Baca juga:  5 Cara Menumbuhkan Kreativitas pada anak

Ayo kita bimbing anak kita menjadi anak yang penuh dengan kreativitas tentunya dibwah bimbingan kita sebagai orangtua.

Semoga bermanfaat
Didukung oleh: griyamainan.com

5 Cara Cerdas Menjadikan Anak Menjadi Kreatif

Anak dan Kreativitas

Anak adalah dambaan dan kebangaan tiap orangtua, makanya tidak sedikit orangtua memberikan fasilitas yang beragam untuk anaknya dengan tujuan semata-mata hanya ingin membahagiakan anaknya.
kreativitas anak
Miliki anak yang cerdas dan kreatif dengan segudang prestasi tentunya menjadi kebanggan tersendiri bagi orangtua, selain menumbuhkan kebanggan tentunya ini menjadi prestige tersendiri bagi orangtua.

Dalam mendukung pola asuh dan pola kembang anak menjadi anak yang kreaif dan cerdas tidak sedikit orangtua yang memberikan les tambahan untuk mendukung keinginannya dan hal ini kadang membenani anak.

Oke kembali topik bahasan...berbicara tertang kreativitas anak, tentunya banyak cara yang bisa dilakukan oleh orangtua dalam merangsang tumbuhnya kreativitas anak.

Berikut tips yang diberikan oleh Hackbright Academy yang bisa anda coba.

  1. Daftarkan si kecil ikut komunitas atau berlangganan majalah yang mendukung minatnya. Dengan begini, si kecil akan mendapatkan pengetahuan awal soal inovasi dan ide-ide yang ingin dikembangkan.
  2. Berikan contoh nyata. Agar dapat menjawab semua pertanyaan si kecil, Anda dapat memberinya contoh dan bersama-sama mengajaknya untuk menemukan jawabannya.
  3. Modifikasi cerita sebelum tidur Selain menceritakan kisah-kisah dongeng yang sudah akrab di telinga mereka, Anda dapat menambahkan kisah-kisah sukses terkait inovasi ke dalam cerita tersebut.
  4. Kembangkan pola pikir anak. Sampaikan mengenai konsep-konsep inovasi dan kreativitas pada anak.
  5. Pilih mainan yang membuatnya berpikir. Berikan mereka mainan edukatif yang mampu merangsang imajinasi dan daya kreativitasnya. Karena mainan edukatif memiliki berbagai manfaat untuk perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik anak.
Point nomor 5 menjadi titik berat dari kelima tips ini, dengan memberikan mainan edukatif kepada anak akan memberikan efek posiitf untuk anak. sebagi contoh misalkan mainan berbentuk puzzle ataupun balok, kedua mainan ini akan membantu anak dalam menciptakan kreativitasnya dengan membentuk aneka bangunan dari balok-balok yang ada sesuai dengan daya imajinasinya. Selain itu, memiliki manfaat juga dalam membantu koordinasi mata dan tangan, mengenal bentuk dan warna serta manfaat yang lainnya.


Sabtu, 09 April 2016

Self Publishing Menjadi Solusi Cerdas Menerbitkan Buku

Apa sih self publishing itu?

Kita mungkin sudah tidak asing dengan istilah penerbit buku, banyak sekali penerbit buku skala besar dan nasional yang sering kita temui di toko buku bahkan mungkin ada yang pernah kita beli dan jadi koleksi di lemari buku kita. Jika kita berkunjung ke toko buku terkenal hampir tiap rak buku dipenuhi oleh buku-buku terbitan dari penerbit besar itu, tetapi tidak sedikit pula jika kita jeli dan lebih teliti melihat tiap rak buku, kita akan menemukan beberapa buku yang diterbitkan oleh penerbit yang tidak terkenal tapi memiliki kualitas buku yang bagus.

Itulah yang disebut dengan penerbit indie atau self publishing. Apakah itu self publishing? Jika dilihat dari akar katanya, self publishing  secara bahasa dapat dipahami dengan “penerbitan mandiri” alias menerbitkan buku sendiri. Artinya, si penulis melakukan semua proses penulisan, editing, desain cover, tata letak buku, permohonan ISBN dan barcode di Perpustakaan Nasional RI oleh dirinya sendiri. Tidak lupa, si penulis juga menerbitkan bukunya dengan penerbit yang dibuatnya sendiri. Termasuk melakukan pemasaran sendiri. Benar-benar penulis yang mandiri bukan? Singkatnya self publishing berarti kita menerbitkan buku sendiri dengan nama sendiri dan dipasarkan sendiri. Menarik bukan?

Dari berbagai self publishing yang ada di Indonesia ada satu penerbit indie yang bernama pustakapedia dengan alamat portalnya pustakapedia.com. Pustakapedia digawangi oleh seorang enterpreneur muda yang bernama Ahmad Muzambiq sekaligus CEO dari pustakapedia tersebut. Beliau memiliki visi yang sangat baik dalam membantu para penulis yang memiliki naskah bagus tetapi kesulitan dalam menerbitkannya. 

Setali tiga uang maka dibentuklah Pustakapedia yang memiliki komitmen dalam membantu penerbitan buku-buku, sehingga pustakapedia menggandeng berbagai instansi seperti perguruan tinggi, sekolah, komunitas, UKM maupun individu yang ingin menerbitkan bukunya.  

Dalam proses bisnisnya, penulis yang ingin menerbitkan bukunya bisa mencetak buku dalam jumlah banyak maupun bisa mencetak buku dalam jumlah sedikit atau istilahnya Print on Demand (PoD) atau cetak berdasarkan pesaan atau cetak satuan. Hal ini menjadi pilihan bagi penulis yang memiliki budget terbatas dalam menerbitkan bukunya sehingga hanya mampu mencetak dalam jumlah terbatas, tentunya  pustakapedia akan memberikan range harga yang tidak terlalu mahal.

Seperti disampaikan oleh A. Muzambiq bahwa kedepannya pustakapedia memiliki cita-cita untuk membuka kelas menulis baik secara online maupun offline, dari kelas ini semua hasil karya dan naskah dari peserta akan langsung diterbitkan oleh pustakapedia.

Selain pustakapedia tentunya masih banyak lagi penerbit indie yang memiliki tujuan dan core bisnis yang sama dengan pustakapedia yang memiliki tujuan untuk memebantu para penulis dalam menerbitkan hasil karyanya.

Semoga dengan adanya penerbit indie seperti pustakapedia dan lainnya akan meransang masyarakat Indonesia dan para akademisi untuk terus berkarya dalam menciptakan karya-karya yang bermanfaat untuk bangsa dan negara.

Semoga menginspirasi dan bermanfaat

Bolehkan Anak Kita Bermain Video Game?

Bolehkan anak main video game?

Perkembangan teknologi dewasa ini berdampak kepada berbagai sisi. Salah satu yang terkena dampak perkembangan teknologi adalah permainan anak-anak. Saat ini sudah mulai marak berbagai jenis mainan yang berbasis teknologi canggih baik melalui komputer, tv maupun gadget dan tidak terlepas berpengaruh juga terhadap video game. Memang sangat asik dan kadang sampai menyita waktu ketika memainkan video game ini. Pertanyaannya adalah: Bagaimana kita sebagai orangtua menyikapi permainan video game ini?

Sebenarnya tidak semua permainan video game berpengaruh negatif terhadap perkembangan anak. Jika kita cermat dan tegas, bisa saja mereka menikmatinya, asalkan kita bisa mengaturnya dan  tentunya memilih mainan edukatif lebih bijak diberikan kepada anak karena memiliki manfaat yang luar biasa. Cara memilih mainan yang tepat untuk anak.

Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika mengizinkan anak bermain video game:


  1. Perhatikan batasan usia yang tercantum pada kemasan video game. Untuk permainan yang mengandung kekerasan, pencurian, vandalisme, pembunuhan, pemukulan maupun adegan kekerasan lainnya tentunya hal ini tidak dibenarkan diberikan kepada anak untuk dimainkan, karena hal ini akan berpengaruh buruk terhadap perilakunya. Anak akan cenderung akan meniru adegan yang terdapat dalam permainan tersebut.
  2. Pilihlah konten video game yang mengandung kontent mendidik, seperti permainan yang mengsah kemampuan otak, kreativitas, belajar berhitung dan membaca, mewarnai, mengenal bentuk dan lain sebagainya.
  3. Dampingi mereka ketika memainkan video game dengan tujuan untuk mengawasi serta mendampingi anak dalam mengenalkan konten positif dan konten negatif yang tidak layak ditiru. Atau bisa juga dengan memainkannya secara bersama-sama.
  4. Buatlah peraturan mengenai waktu bermain video game dalam sekali bermain, batasi seminggu hanya boleh sekali yaitu ketika hari libur saja dengan waktu bermain yang jelas dan tidak melupakan waktu untuk makan. Untuk anak dengan usai 5 tahun waktu maksimal bermain video game adalah setengah jam. Berlama-lama duduk di depan komputer atau layar video game tentu saja tidak baik untuk kesehatan mata anak.


Yang tak kalah penting adalah sesekali sempatkanlah kita untuk bermain dengan mereka, karena bermain bersama sangat menyenangkan. Selain mengawasi mereka bermain juga sebagai ajang untuk menjalin kedekatan dengan anak.

Supported by: griyamainan.com pusat mainan edukatif anak SNI

8 Konsep Diri Pembentuk Karekter Anak yang Positif

Pentingnya konsep diri

Konsep diri amat penting agar anak mampu mengembangkan karakter positif yang ada dalam dirinya. Ada pun yang dimaksud dengan karakter adalah :
  1.  Kepribadian
  2. Sifat-sifat yang melekat
  3. Pengetahuan dan keahlian
  4. Nilai-nilai (values)
  5. Peran dan status.

Dalam proses tumbuh kembang, konsep diri seperti apakah yang harus dimiliki oleh anak usia sekolah?

1. Identitas diri (Interpersonal attribute)

Yaitu kemampuan anak untuk mendeskripsikan identitasnya dengan baik. Disadari atau tidak, pertanyaan-pertanyaan yang sering kita lontarkan pada anak di usia balita akan memudahkan proses identifikasi anak di kemudian hari. Misal, “Anak Bunda yang cantik dan pintar ini, namanya siapa? Umurnya berapa tahun? Nama ayah dan bundanya siapa?”

2. Aspek eksistensial

Aspek eksistensiala merupakan  kemampuan anak untuk mengenali sifat dan karakter yang melekat padanya atau orang lain. Penting sekali untuk disadari, bahwa perkataan yang sering dilontarkan pada anak akan ikut membentuk karakter dan perilaku anak. Anak akan memiliki konsep diri sesuai dengan apa yang kita lekatkan padanya. Jadi, kita harus berhati-hatilah ketika memberi ‘label’ pada anak-anak kita. Seperti: memberikan label “bodoh” atau “tidak becus” karena anak tidak bias menyelesaikan pekerjaan sekolah dengan baik. Pelabelan ini akan membekas dan membentuk karakternya sampai ke depan. Baca: Macam-macam gaya belajar anak.

3.  Aspek karakteristik asal

Yaitu kemampuan anak mengenali atribut asalnya. Misalnya, aku anak laki-laki, usiaku 10 tahun, aku campuran orang Jawa dan Sunda. Aspek ini akan membantu anak dalam mengenali  karakteristik khas yang melekat pada dirinya.

4.  Aspek minat dan kegiatan

Setiap anak memiliki minat dan bakat yang berbeda. Alangkah berbahagianya anak yang memiliki orangtua yang memberi kesempatan yang luas bagi anaknya untuk mengembangkan bakat dan minatnya, sehingga anak bisa optimal mengembangkan kemampuan dirinya dengan sepenuh hati dan percaya diri. Memberikan dukungan terhadap perkembangan minat dan bakat anak akan membantu anak dalam menumbuhkan sikap dihargai dan merasa bermanfaat.

5. Prinsip hidup (self determination)

Tugas orangtua untuk membimbing anak agar memiliki konsep/prinsip hidup yang jelas. Ini akan membuat anak memiliki pondasi yang kokoh  dan koridor yang jelas sebagai tempatnya berpijak dan mengembangkan karakternya.

6. Keyakinan internal

Yaitu keyakinan yang dimiliki anak, bahwa ia bisa melakukan sesuatu dan mencapai tujuan yang diinginkannya. Keyakinan ini tidak tumbuh dengan sendirinya. Adakalnya anak memerlukan bantuan orang lain, terutama orangtua, untuk menumbuhkan keyakinan diri ini.

7. Kesadaran diri (self awareness)

Yaitu kesadaran yang muncul dalam diri anak mengenai dirinya. Misalnya, aku orang baik karena aku selalu patuh pada ayah-bunda dan rajin sekolah. Meskipun aku tidak pandai berenang, tetapi aku jago matematika. Kesadaran diri ini akan berkembang dengan baik jika orangtua tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada anaknya sehingga anak memiliki kesadaran diri untuk mengembangkan kemampuan dan konsep dirinya.

8. Pembeda sosial (social differentiations)

Yaitu kemampuan anak dalam menilai kondisi sosial dirinya di dalam masyarakat dan lingkungannya.

Bila setiap anak mampu menjelaskan ukuran-ukuran konsep dirinya dengan baik dan orangtuapun mengetahui hal ini dengan baik serta menghargainya, maka cara pandang anak terhadap dirinya akan berbeda. Sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap pola pandangnya terhadap lingungan sekitar.

Oleh karena itu, sebagai orangtua yang baik dan bijak hendaklah kita mulai memperlakukan anak sebagai individu yang berharga yang memiliki berbagai potensi untuk berkembang  menuju individu yang lebih baik, Hindarkan untuk memberikan penilaian atau “labeling” buruk yang akan membentuk karakter anak menjadi anak yang egois, susah diatur, pemarah, pemberontak dan karakter negatif lainnya.Tumbuhkan konsep diri yang positif pada anak kita dengan membantu dan mendukungnya sesuai dengan kebutuhannya.

Supported by: griyamainan.com

Jumat, 08 April 2016

9 CARA MENGHADAPI ANAK YANG CENDERUNG SUKA BERBOHONG

Cara menghadapi anak yang cenderung suka berbohong Apakah buah hati tercinta Anda sudah mulai berkata bohong? 

Berikut ini bebrapa tips yang dapat dilakukan untuk menghadapi dan menyikapi anak yang mulai pandai mengarang cerita yang tidak benar.

CARA MENGATASI ANAK YANG SUKA BERBOHONG

  1. Jelaskan Kepada mereka tentang arti dari berbohong. Anak kecil belum mampu membedakan antara berbohong dan imajinasi. Seringkali kita sebagai orang tua menganggap hal itu sebagai berbohong, padahal dia hanya ingin menyampaikan apa yang diharapkan dan diimajinasikannya terjadi. Berikanlah pengertian bahwa berbohong itu adalah mengatakan sesuatu yang berbeda dengan apa yang terjadi.
  2. Hindarkan anak dari situasi yang akan membuatnya berbohong. Contohnya, jika si kecil sering memecahkan benda seperti hiasan, keramik, gelas, vas bunga baik secara sengaja maupun tidak sengaja, maka taruhlah benda tersebut di tempat yang tidak mudah dijangkaunya. Sikap berbohong terjadi karena si kecil berusaha menutupi kesalahannya dan takut dimarahi oleh orangtuanya, sehingga dia bersikap berbohong untuk menutupi kesalahan dan rasa takutnya dan berharap kejadian itu tidak pernah terjadi.
  3. Hindari sikap suka menuduh. Sakit rasanya hati ini jika dituduh melakukan sesuatu atau selalu dipersalahkan. Begitupun dengan anak-anak. Ketika si anak melakukan kesalahan yang akan memicunya untuk berbohong, maka jangan sekali-kali kita menghakiminya seperti menghakimi penjahat, ajaklah berdialog dan bertanya inti permasalahanya apa dan jangan pernah mengeluarkan atau menuduhnya sebagai tertuduh. Misalkan dia menyembunyika mainan adiknya, adiknya nangis dan si kakak menjadi sasaran sebagai pelakunya, hindari hal itu. Biasanya anak melakukan hal tersebut dikarenakan dia sedang mencari perhatian, maka peluk dan ciumlah dia serta sayangilah dia, jangan jadikan dia sebagai tertuduh.
  4. Fokus hanya pada hal yang positif saja. Ketika si kecil sedang bercerita maka tekankanlah pada bagian cerita yang benar dengan lembut dan penuh kasih sayang tunjukkan bagian yang tidak baik. Anak pada umumnya sangat kreatif mereka hanya memerlukan bimbingan terhadap bagaimana menceritakan sesuatu tanpa memancing dia untuk berbohong.
  5. Hargai Kejujurannya. Bersikap jujur itu sulit bagi orang yang biasa berbohong dan sikap jujur itu bisa dibentuk semenjak dini. Oleh karena itu, peran orang tua, lingkungan dan sekolah sangat menentukan terhadap perilaku jujur pada anak kita. Sebagian anak berpikiran bahwa untuk mendapatkan perhatian orangtuanya adalah dengan berbohong. Maka dari itu, berilah perhatian ekstra ketika si kecil sudah berani berkata dengan jujur terhadap kesalahan yang dilakukannya dengan begitu si kecilpun merasa dihargai dan katakanlah bahwa kejujuran itu adalah hal yang paling penting dalam kehidupan ini.
  6. Berikan hukman (jika perlu) secara bijak. Cara yang paling efektif dalam mengajarkan nilai kejujuran kepada anak adalah dengan memberikan contoh dan bimbingan baik dari orangtua maupun orang dewasa lainnya. Tapi adakalnya pemberian hukuman diberikan ketika anak sudah mulai melebihi batas toleransi ketika berbohong. Tentunya pemberian hukuman ini tidak ada efek kekerasan secara fisik maupun psikis. Setelah hukuman diberikan berikan penjelasan kepada anak kenapa hukuman itu diberikan dan berikan pelukan serta ciuman kepadanya sebagai tanda bahwa kita menyayanginya.
  7. Tanamkan arti dari kejujuran kepada anak. Kejujuran adalah harta berharga yang harus dijaga yang akan berguna untuk masa depannya.
  8. Cari buku cerita tentang efek negatif dari berbohong. Media cerita menjadi media yang sangat efektif untuk anak-anak karena usia anak-anak masih dipenuhi dengan daya khayal yang imajinatif, seperti cerita si kancil, dongeng maupun cerita yang lainnya. Pilihlah cerita yang mengisahkan tentang perilaku suka berbohog dan akibatnya, bacakan cerita tersebut kepada anak dan sampaikan pesan moral dari cerita tersebut kepada anak.
  9. Jadi contoh yang baik. Orangtua adalah contoh dan model bagi anaknya. Maka, Jadilah contoh yang baik untuk anak-anak anda, jangan pernah sekalipun anda berbohong dihadapan anak-anak, bersikaplah jujur baik dalam tindakan maupun dalam ucapan. Karena anak-anak memiliki metode pembelajaran yang disebut dengan modelling, proses modelling ini akan dia dapatkan dari lingkungan terdekatnya yaitu dari orangtuanya. 

Mengingat anak adalah titipan berharga, maka kita harus menjaga anak dari hal-hal yang akan merusak mereka. Lingkungan rumah menjadi pondasi utama dalam menanmkan nilai-nilai moral terhdap anak, maka jadilah orangtua yang mampu memberikan contoh kebaikan terhadap anak-anak.

Supported by: griyamainan.com pusat penjualan mainan edukatif anak


MACAM-MACAM GAYA BELAJAR

Gaya belajar tiap anak berbeda-beda dan hal ini akan menentukan berhasil atau tidaknya seorang anak dalam proses belajar. Gaya belajar yang paling banyak diketahui oleh orang adalah gaya belajar visual, auditori dan kinestetik (VAK) yang dikembangkan oleh Neil Fleming pada tahun 1987.

Berikut ini perjelasan dari masing-masing gaya belajar tersebut:

Gaya Belajar Visual (Visual Learners)

Anak yang memilik gaya belajar visual menyerap informasi atau pelajaran dengan melihat hal yang ada di hadapan mereka dan menyimpannya dalam memori mereka. Ada beberapa karakteristik yang dimiliki oleh anak dengan tipe visual ini mereka lebih suka membaca, memiliki tulisan tangan yang bagus dan rapih, sangat detail, teratur dan kepekaan terhadap warna dan bentuk karena mereka mengandalkan indera penglihatannya untuk menilai bagus atau tidaknya.
gaya belajar visual

Anak visual cenderung memiliki kesulitan dengan pembelajaran yang hanya mengandalkan kemampuan secara verbal tanpa ada yang bisa mereka lihat dan mudah terganggu oleh suara bising atau berisik, mereka memerlukan suasana yang hening untuk bisa belajar dengan tenang. Mampu mengingat wajah orang lain dengan baik dari pada mengingat namanya.


Ciri-ciri anak dengangaya belajar visual:

  1. Cenderung melihat sikap, gerakan dan bibir guru yang sedang mengajar.
  2. Bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi
  3. Saat melakukan sesuatu biasanya akan memperhatikan orang lain terlebih dahulu baru kemudian mengerjakan tugasnya sendiri
  4. Terlihat pasif ketika berdiskusi keleompok
  5. Kurang mampu mengingat infor masi yang disampaikan dengan lisan
  6. Lebih suka peragaan yang bisa dilihat dari ada penjelasan lisan
  7. Dapat duduk dengan tenang di kelas

       Baca Juga: Memahami Cara Berpikir Anak


Gaya belajar Auditori (Auditory Learners)

Tipe belajar ini mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik tipe ini benar-benar mengandalkan pendengaran sebagai alat utama dalam menyerap informasi atau pelajaran, kedua, memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung. Ketiga, memiliki tulisan yang tidak rapih dan kadang mereka mengalami kesulitan dalam membaca.

Ciri-ciri Auditory Learner

    Gaya belajar auditory
  1. Memiliki kemampuan dalam mengingat dengan baik penjelasan guru ataupu materi yang didiskusikan di kelas.
  2. Pendengar yang baik
  3. Cenderung aktif berbicara
  4. Tidak suka membaca dan memang bukan pembaca yang baik dalam mengingat materi yang baru saja dibacanya.
  5. Kurang mahir dalam menyelesaikan tugas mengarang atau menulis
  6. Sennag berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain
  7. Kurang memiliki ketertarikan 


Gaya Belajar Kinestetik 

Anak dengan gaya belajar ini lebih mampu menyerap dan memahami informasi atau sautu konsep tertentu dengan gerakan dan menyentuh yang sedang dipelajarinya secara langsung. Karakteristik utama dari tipe ini adalah menjadikan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa memahami dan mengingatnya. Hanya dengan memegang dan menyentuhnya saja anak dengan tipe ini bisa menyerap dan memahami informasi tanpa harus membaca penjelasannya.

gaya belajar kinestetik

Ciri-ciri gaya belajar Kinestetik

  1. Menyentuh segala sesuatu yang ditemuinya termasuk saat belajar di kelas
  2. Sulit untuk diam atau duduk manis dan selalu bergerak
  3. Mengerjakan sesuatu yang memungkinkan tangannya selalu aktif bergerak. Contohnya: dia aktif menggambar atau mencoret-coret buku sambil mendengarkan guru menerangkan pelajaran.
  4. Senang menggunakan objek lain sebagai alat bantu dalam belajar.
  5. Sulit memahami hal yang bersifat abstrak seperti simbol, peta, tanda, dan lambang.
  6. Lebih menyukai prakter dibandingkan teori
  7. Menyukai permainan dan aktivitas fisik

Untuk anak dengan tipe kinestetik bisa diberikan aneka mainan edukatif dari kayu yang mamiliki berbagai manfaat dan dapat membantu proses belajarnya.

Itulah penjabaran mengenai modalitas atau gaya belajar yang dimiliki oleh seseorang. Sebagai orang tua atau guru kita harus memperhatikan gaya belajar ini untuk mempermudah penyampaian materi kepada anak kita. Pada daarnya tiap individu memiliki ketiga modalitas gaya belajar ini, hanya ada satu yang dominan diantara ketiga gaya ini yang akan mempengaruhi pola belajar dan pola pikir seorang anak.

Semoga Bermanfaat


Supported by: griyamainan.com pusat mainan edukatif anak dari kayu dan SNI

Kamis, 07 April 2016

MEMAHAMI CARA BERPIKIR ANAK PRASEKOLAH


cara berpikir anak prasekolahCara berpikir anak usia prasekolah/batita (bawah tiga tahun) memang kadang sukar untuk dipahami oleh orang dewasa. Adakalanya memreka bisa berfikir imajinatif dan menerawang, sehingga kebanyakan orang dewasa merasa aneh bahkan lucu ketika melihat anak kecil yang berpikir aneh. Sebagai orang tua sangat penting untuk bisa mengerti dan mampu memahami apa yang dipikirkan oleh anak prasekolah.


Menurut Jean Piaget, psikolog dan ahli dalam ilmu perkembangan kognitif anak, bahwa anak prasekolah pada umuya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


  1. Anak prasekolah mampu mengucapkan kalimat yang cukup kompleks tetapi cara berpikirnya tidak selalu logis jika dinilai oleh orang dewasa. Contohnya 
  2. Ketika anak usia ini membuat suatu kesimpulan terhadap sesuatu, maka akan sulit bagi orang dewasa untuk bisa mengubah kesimpulan tersebut. Hal ini disebabkan karena anak pada usia ini belum mampu berpikir dengan logika terbalik daan mereka belum mampu memahami logika berpikir sebab-akibat.
  3. Biasanya bersikap egois, dia beranggapan bahwa semua orang berpikir untuk kepentingan dia.
  4. Sering menaruh banyak perhatian pada satu hal dan mengabaikan hal lain.
  5. Mereka menganggap benda mati bisa hidup. Sangat wajar apabila mereka beranggapan bahwa boneka, barbie, robot-robotan memiliki perasaan seperti mereka sendiri. Tapi perlu diwaspadai jangan sampai anak kita kecanduan gadget


Berikut ini merupakan beberapa hal yang mampu dipelajari oleh anak usia prasekolah atau batita.
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Benjamin Bloom, perkembangan pemikiran anak memiliki tingkatan seperti halnya anak tangga.


  • Tingkat ke-1: Pengetahuan. Yaitu ketika seorang anak sudah diajarkan suatu hal dan dia hanya perlu mengingatnya saja. Tingkat ini yang digunakan anak untuk menceritakan kembali suatu cerita.
  • Tingkat ke-2: Pemahaman. Seorang anak sudah mampu memahami tentang konsep. Dia dapat memahami maksud dari suatu cerita. Pada tahap ini anak lebih suka mendengarkan cerita menjelang tidur.
  • Tingkat ke-3: Penerapan. Tahap ini seorang anak dapat menemukan suatu contoh dari suatu konsep. Dia dapat mengambil pelajaran dari suatu cerita dan menerapkan atau mencontohkannya kembali.
  • Tingkat ke-4: Analisa. Pada tahap ini seorang anak mampu memecah suatu cerita ke dalam beberapa bagian dan memahami setiap bagaian itu.
  • Tingkat ke-5: Sintesa. Pada tahap ini seorang anak dapat menerapkan konsep yang pernah dia pelajari pada situasi yang pertama kali dia hadapi.
  • Tingkat ke-6: Evluasi. Seorang anak yang berada pada tahap ini mampu menilai tentang apa yang telah diajarkan kepadanya baik dari sisi baik maupun sisi buruknya.

Baca: Manfaat mainan edukatif untuk anak

Kebanyakan anak pada tahap ini sudah mampu untuk berada pada tingkat pengetahuan, pemahaman dan penerapan. Tapi mereka belum mampu untuk sampai pada tingkat analisa dan tingkat berikutnya. 

Ketika kita mengajarkan sesuatu kepada anak usia prasekolah, kita harus memahami mereka berada pada tingkat berapa,hal ini perting diketahui agar kita tidak salah dalam memperlakukan mereka. Jangan sampai kita memiliki harapan yang tinggi bahwa anak tersesbut sudah mampu memahami secara logika apa yang kita pikirkan dan menerapkannya. Ketika mengajarkan sesuatu masuklah ke dalam dunianya jadilah kita seperti dirinya sehingga kita akan memahami apa yang dipikirkan dan dirasakannya dan kitapun akan menyapaikan perkataan kita dengan perkataan yang mereka pahami.Mulailah ajari anak dengan tahapan mengetahui,memahami, menerapkan dan menganalisa.
Jangan mememaksakan kehendak kita sebagai orang dewasa agar anak memahami apa yang kita pikirkan karena sudah jelas anak usia prasekolah belum mampu memiliki analisa berfikir logis seperti orang dewasa. 

Semoga kita bisa menjadi orang tua yang bijak dan bisa memahami dunia anak-anak.
Supported by: griyamainan.com